shafiranoorlatifah:

“Apakah kamu mau menjadi seorang bidadari?”

Pertanyaan ini muncul di hari Selasa sore kemarin saat kajian Kitab Tuhfatul ‘Arusyain, yang selalu dihadiri lebih ramai dibanding hari-hari lainnya. Kajian ini biasanya disampaikan oleh Ustad Afri Andiarto, yang saya kenali sebagai seorang guru merangkap kakak yang baik, yang mau menyampaikan ilmu, dan mengabdikan dirinya bermanfaat untuk ummat melalui jalan dakwah seperti ini. Beliau masih muda (alumni UNAIR angkatan 2008), sudah berkeluarga, dan saat ini bekerja di Rektorat UNAIR bagian kemahasiswaan. Takjub sekali dengan kegiatan dakwah Ustad Afri di mana-mana, sampai mikir apakah beliau punya waktu istirahat untuk diri sendiri.

Setiap Ustad Afri yang menyampaikan materi, saya merasa kata-kata beliau dapat dengan mudah dipahami dan masuk ke dalam hati saya. Mungkin karena beliau pun selalu menekankan bahwa berdakwah itu harus sesuai dengan ‘penonton’nya, ilmu sebaik apapun yang disampaikan akan sia-sia bila cara penyampaiannya tidak sesuai dengan kemampuan menangkap ‘penonton’nya.

Dan sore hari itu, beliau menyampaikan tentang “Saat Kau Menjadi Bidadariku”, dibuka dengan sebuah pertanyaan menurut kalian apakah definisi bidadari itu? dan beliau meminta kami untuk menuliskannya di selembar kertas.

Nah, coba warganet yang baca juga mendefinisikan arti bidadari di mata masing-masing, sebelum lanjut membaca tulisan ini.

Bagi saya pribadi, bidadari adalah sesosok yang berakhlaq mulia, yang dengan berada di dekatnya dapat menjadikan hati tentram, melihatnya menjadikan jiwa tenang, dan memilikinya membuat diri sangat bersyukur.

Berdasarkan Al-Quran surah Ar-Rahman ayat 70, bidadari didefinisikan sebagai berikut.

فِيهِنَّ خَيْرَٰتٌ حِسَانٌ
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. (Ar-Rahman 55:70)

Yang pertama kali disebutkan adalah خيرات yang dapat dimaknakan baik akhlaqnya, dan yang kedua adalah حسان yang dimaknakan cantik parasnya.

Kemudian dijelaskan lagi di ayat selanjutnya.
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. 

(Ar-Rahman 55:74)

Bidadari ini memang makhluk Allah yang ditunjuk untuk menghuni surga dari wujud yang baik. Yang telah dijelaskan dalam berbagai dalil bahwa bidadari ini diperuntukkan bagi laki-laki yang beriman ketika di surga kelak.

Dari beberapa penjelasan di atas, pasti sebagai kaum wanita bertanya-tanya.

Kok laki-laki dapat selain saya nantinya, kok jadi cemburu ya sama bidadari?

Hehe. Ada ngga ya yang mikir kayak gitu? Saya sih jujur sempet berpikiran begitu. Dan inilah tujuannya dari majelis ilmu, untuk belajar lebih dalam.

Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Jika laki-laki dijanjikan semisal ini maka mereka akan lebih semangat dan berupaya dalam mencari akhirat dan tidak adanya kecondongan terhadap dunia karena bisa menghalangi mereka dengan berlomba-lomba menuju kebaikan.

Wanita umumnya mengikuti laki-laki. Jika laki-laki (dijanjikan) diberikan bidadari di surga, bersamaan dengan itu, Allah juga menjanjikan bagi wanita yang beriman kebaikan yang besar dan kedudukan yang tinggi di surga.

Istri yang taat kepada suaminya, ia akan menjadi ratu daripada bidadari-bidadari sang suami di akhirat.

Riwayat dari Ummu Salamah menegaskan ganjaran Muslimah di surga nanti para Muslimah justru akan lebih cantik dari bidadari di surga, sehingga terkadang bidadari tidak ditoleh oleh suaminya sedikitpun.

Dan untuk menjadi seorang wanita dan istri yang taat, kita bisa belajar dari deskripsi bidadari yang dituliskan Allah dalam Al-Quran.

Karakter utama bidadari adalah akhlaqnya.
Menjadi seorang wanita yang berakhlaq mulia adalah sebuah kewajiban jika kita ingin menjadi bidadari dunia. Berakhlaq bukan hanya perkara ibadah sholat dan puasa, namun seorang wanita juga harus terjaga sikapnya. Tidak suka nongkrong dipinggir jalan bersama laki-laki, dan tidak suka tertawa keras, misalnya.

Perempuan beriman itu bermartabat dihadapan Allah, dan berwibawa dihadapan manusia.

Karakter  penting lainnya adalah paras.
Kecantikan paras perempuan ini dapat diusahakan. Jika ingin menjadi bidadari di bumi, jadilah wanita yang sangat menjaga kehormatan dan kesucian diri. Jadilah perempuan yang tidak gampang tergoda bujuk rayu, tidak goyah terkena gombalan. Jangan menjadi wanita yang mudah dipermainkan. Jangan mudah dipegang dan disentuh laki-laki. Bila perempuan itu terjaga, jin pun tidak sanggup menyentuhnya.

Juga harus bersikap tegas kepada laki-laki yang tidak jelas arah pembicaraannya.

Saat haid pun tetap berdzikir sehingga diri akan selalu terjaga, karena Muslimah yang baik bacaan dzikirnya selalu terjaga.

Dan bagi siapa saja yang hendak atau mungkin sudah menikah.
Berakhlaqlah dengan akhlaq terbaik dihadapan suami.
Selalulah rindu kepada suami dan menjadi sosok yang paling mencintai dan dicintai suaminya.

Ketika sudah menjadi istri, curahkanlah semua cinta kepada suami. Supaya para bidadari cemburu.

Jadilah yang menyenangkan ketika suami melihatmu.
Jadilah yang taat ketika diperintah suamimu.
Dan bisa menjaga diri ketika ditinggal keluar rumah oleh suamimu kelak.

Dan ingatlah.
Semua pertalian di dunia akan menjadi musuh pada hari kiamat kelak. Bahkan orang tua dan anak, juga suami dan istri.
Kecuali orang-orang yang bertaqwa. Yang menjadikan Allah sebagai landasan pertalian tersebut.
Ketika seorang suami melihat sang istri berbuat ingkar maka wajib baginya untuk berlaku tegas. Ketika seorang ayah melihat seorang anaknya berlaku maksiat, maka wajib untuk bersikap tegas. Supaya nanti tetap terikat pada hari kiamat kelak.

Jadi, begitu penting bagi kita untuk mengenali sosok bidadari ini. Supaya dapat menjadi sebaik-baiknya wanita dan istri solehah kebanggaan suami. Sehingga kelak dapat menjadi ratu dari para bidadari di surga.

Penting juga bagi para kaum lelaki untuk memahami bahwa yang terpenting itu akhlaqnya, karena dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah (HR. Muslim)

Begitulah sedikit ringkasan dari kajian sore kemarin.
Dan pada akhirnya, saya merasa cukup tertampar.
Apakah saya sudah menjadi wanita yang berakhlaq baik dan pantas dijadikan pilihan sebagai seorang istri nantinya?

Belum selesai dengan satu perenungan, saya kembali disadarkan satu hal.
Selepas kajian, saya kembali terlibat dalam diskusi serius.

Teman: “Kenapa kok ngga mau ikut sholawatan besok?”
Saya: “Belum merasa pas, dan rasanya belum nyaman.”
Teman: “Ngga papa, hijrah itu pelan-pelan. Dijalanin sedikit-sedikit. Tapi bukan berarti menolak kebaikan, setidaknya ada perubahan.”
Saya: “Udah pernah nyoba, tapi rasanya tetep ngga masuk. Mungkin masih adaptasi. Tapi sekarang sudah merasa jauh lebih baik. Dulu selalu ngerasa sholat sama puasa yang sudah dilakukan sia-sia.”
Teman: “Ngga boleh gitu. Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Aku denger ini dari seorang buya, kalau sebenarnya bukan kita yang tidak mau mendatangi ibadah itu, tapi ibadah itu yang tidak mau mendatangi kita karena banyaknya maksiat yang telah kita lakukan. Pernah denger ngga?”
Saya: “………” *lagi-lagi tertampar*

Emang wanita. Dikit-dikit mikir.
Lama-lama kebanyakan mikir, tapi ya nggak berubah. Sedih ya.
*talk to my self*

Di awal tahun yang baru ini, adalah suatu momentum yang tepat untuk bermuhasabah diri dan memperbaiki diri, serta menebus kesalahan yang telah lalu. Berusahalah. Berusaha menjadi bidadari di bumi. Agar Allah selalu menyertai. Berbenahlah selagi ada kesempatan. Mendekatlah kepada orang-orang yang dapat memotivasimu untuk tidak melakukan kesalahan yang sama kembali. Sungguh, akan sangat bahagia rasanya dikelilingi oleh lingkungan yang selalu mendukungmu untuk berubah lebih baik dan saling berbagi manfaat.

So, yes.
I’m sure I want to be your hardest-goodbye-angle, my future husband!

*rekaman kajian ini dapat diunduh di sini, terimakasih mba @hestindwii yang walaupun capek pulang kerja tapi tetap menyempatkan datang kajian dan merekam setiap kajian sore, barakallah.

Leave a comment